Perkembangan Kognitif - GUDANG LITERASI

Breaking

Kamis, 10 November 2016

Perkembangan Kognitif


1.   Pengertian Perkembangan Kognitif
Sama halnya dengan sejumlah aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaannya. Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah (Desmita, 2009: 96). Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan untuk menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sehari-hari.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya (Desmita,2009: 97).
Menurut Myers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering.” Pengertian yang hampir senada juga diberikan Margaret W. Matlin (1994), yaitu: “cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval, and use of knowledge.” Dalam Dictionary of Psychologykarya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian, dan penalaran” (Kuper & Kuper,2000). Kemudian dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang menakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Sejumlah ahli psikologi juga menggunakan istilah thinking atau pikiran ini untuk menunjuk  pengertian yang sama dengan cognition (kognisi), yang mencakup berbagai aktivitas mental, seperti: penalaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep-konsep, dan sebagainya. Dalam hal ini Myers (1996) menjelaskan bahwa,”thinking, or cognition, is the mental activity associated with processing, understanding and communicating information ... these mental activities, including the logical and sometimes illogical ways in wich we create concepts, slove problems, make decisions, and form judgements.” Atkinson, dkk., (1991) mengartikan berpikir sebagai “kemampuan membayangkan dan menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaran ini. Pemecahan masalah yang berdasarkan pikiran dibedakan dengan pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa kognitif  adalah sebuah istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah dan merencanakan masa depan atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu memperlajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.

2.   Proses Perkembangan Kognitif Bayi sampai Remaja
Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, terdapat beberapa alternatif proses perkembangan kognitif, diantaranya pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget, teori perkembangan kognitif Vygotsky, dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemrosesan informasi.
a.   Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Teori perkembangan kognitif menurut Piaget, Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak  dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif di lingkungan sekolah.
Menurut Piaget (dalam Desmita, 2009: 98), konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, antara lain:
1).  Anak adalah pembelajar yang aktif.
Piaget meyakini bahwa anak tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa-apa yang mereka lihat dan dengar secara pasif. Sebaliknya, secara natural mereka memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari informasi untuk membantu kesadaran dan pemahamannya tentang realitas dunia yang mereka hadapi. Ia secara terus menerus mengadakan eksperimen dengan objek yang mereka temui, memanipulasi sesuatu dan mengobservasi efek-efek dari tindakannya.
2). Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya.
Anak-anak tidak hanya mengumpulkan apa-apa yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi suatu kesatuan. Sebaliknya, anak secara gradual membangun suatu pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.
3). Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada, yakni anak mengasimilasikan lingkungan ke dalam suatu skema. Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yakni anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya.
4). Ekuilibrasi
Yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
Dalam pandangan Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka dengan menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami.Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (dalam Suyadi, 2010: 79-80) mengatakan bahwa ada tiga proses yang bertanggung jawab atas seseorang menggunakan dan mengadaptasi skema mereka:
a). Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
b). Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
c).  Organisasi adalah menggabungkan ide-ide tentang sesuatu ke dalam sistem berpikir yang koheren (masuk akal). Hal ini hanya bisa dilakukan dengan menggabungkan asimilasi dan akomodasi.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1)   Periode Sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Piaget menyebut perkembangan seismotorik sebagai periode pertama, yang berlangsung dari lahir sampai dengan umur dua tahun. Periode seismotorik dinamakan demikian adalah karena anak memahami lingkungannya dengan melalui penginderaan (sensori) dan melalui gerakan-gerakan (motorik). Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik. Misalnya anak akan mengerti/mengenal suatu benda dengan memahami bahwa tangannya dapat digerakkan ke mulut untuk diisap. Anak-anak terus-menerus berlatih kemampuan ini dan akhirnya menjadi kebiasaan.
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.
Periode sensorimoor dibagi lagi menjadi enam tahapan. Setiap tahapan perkembangan itu menampakkan kemampuan bertingkah yang berbeda. Berbagai kemampuan tingkah laku yang dikuasai tiap anak pada setiap tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut (dalam Suyadi, 2010: 85-86):

No
Sub Tahapan
Usia
Pencapaian Perkembangan Sensorimotor
1
Gerak refleks (bawaan)
0-1 bulan
·  Bayi melakukan refleks spontan, contohnya mengisap
·  Kemampuan menggerak-gerakkan anggota badan walaupun belum terkoordinasi.
·  Kemampuan untuk mengakomodasi dam mengasimilasikan berbagai kesan yang diterimanya dari lingkungannya.

2
Sirkuler Primer
1-4 bulan
· Bayi melakukan reaksi yang berulang-ulang. Contohnya mengisap ibu jari dan benda-benda lain yang dipegangnya.
3
Sirkuler sekunder
4-8 bulan
·  Bayi bereaksi melibatkan benda di luar dirinya. Contohnya bermain-main dengan teman sebaya.
· Dipahaminya hubungan antara perlakuannya terhadap benda dengan akibat yang terjadi pada benda itu.

4
Koordinasi sirkuler sekunder
8-12 bulan
Bayi melakukan kombinasi gerakan pada tahap-tahap sebelumnya. Contohnya meremas, melipat, membanting.
5
Sirkuler tersier
12-18 bulan
· Anak mampu mencari cara baru untuk meraih keinginannya. Contohnya memanjat, membanting
·    Kemampuan untuk meniru.
·    Kemampuan untuk melakukan berbagai eksperimen terhadap lingkunagn lebih lancar.

6
Berpikir
18-24 bulan
·   Kemampuan untuk mengingat dan berpikir.
·    Kemampuan untuk berpikir dengan mempergunakan simbol-simbol bahasa sederhana.
·   Kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah sederhana, sesuai dengantingkat perkembangannya.
·   Kemampuan memahami diri sendiri dengan individu mulai berkembang.




















2)    Periode Pra-operasional (usia 2–7 tahun)
Periode perkembangan berpikir kedua yang penting meurut Piaget, disebut peroide praoperasional. Periode ini berlangsung antara umur dua sampai tujuh tahun. Penggunaan istilah operasi di sini dimaksudkan sebagai gambaran bahwa anak telah mempergunakan aktivitas mental dalam berpikir. Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik. Misalnya anak telah dapat mengkombinasikan dan mentransformasikan berbagai informasi. Anak telah mampu mengemukakan alasan-alasan dalam mengatakan ide-idenya, dan mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa konkret, walaupun logika hubungan sebab akibat itu belum tepat. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkret daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula.
Karakteristik perkembangan kognitif pada tahap pra-operasional dapat dilihat pada tabel berikut (dalam Suyadi, 2010: 87):
No
Karakteristik
usia
Pencapaian Perkembangan Pra-Operasional
1
Kombinasi mental
2 - 7 tahun
Anak dapat berpikir sebelum bertindak, walaupun pikirannya masih sebatas mental image. Di samping itu anak mampu meniru tindakan orang lain.
2
Persepsi pikiran

Anak bisa membandingkan dua objek tetapi belum bisa membedakan.
3
Beroikir uni dimensi

Anak mampu memahami konsep secara umum, tetapi belum bisa memadukan dan membedakan
4
Irreversibilitas

Anak bis membongkar susunan, tetapi belum mampu menyusun kembali
5
Penalaran

Tahap pemikiran anak masih sebatas mitos
6
Egosentrisme

Anak memandang semua benda sebagaimana ia melihat dirinya.

3)   Periode Operasional Konkret (usia 7–11 tahun)
Periode perkembangan yang ketiga berlangsung ketika anak berusia antara tujuh tahun sampai dengan sebelas. Periode ini terjadi pada saat anak dalam usia Sekolah Dasar. Anak yang telah memasuki tahap ini telah mampu untuk berpikir logis untuk menyelesaikan masalah. Walaupun demikian anak-anak pada tahap ini masih memerlukan objek konkrit dalam belajar. Demikian dalam memahami suatu konsep, anak sangat terikat pada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati anak, atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kosep itu. Oleh karena itu anak hanya mampu menyelesaikan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang sifatnya verbal.
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkret. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkret). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4)   Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika dan lebih idealistik . Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
b.   Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan seorang penolong yang ahli.
1). Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.
2). Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis, dan rasional.
c.    Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Kontemporer
Selama bertahun-tahun teori Piaget tentang perkembangan kognitif sangat disanjung dan dikenal secara luas. Gagasan-gagasan Piaget sangat menarik bagi banyak orang, sebab ia merupakan inti dari perkembangan. Beratus-ratus teori juga membuktikan bahwa mayoritas bayi berperilaku sebagaimana digambarkan Piaget.
Akan tetapi belakangan ini muncul pemahaman baru tentang perkembangan kognitif bayi. Dengan menggunakan teknik-teknik eksperimental yang sangat maju, telah lahir sejumlah hasil penelitian baru tentang perkembangan kognitif bayi dan di antara hasil penelitian baru tersebut merekomendasikan agar teori perkembangan sensoris-motorik Piaget dimodifikasi secara mendasar.
Menurut Santrock (1998), dewasa ini teori perkembangan sensoris-motorik Piaget telah disanggah dari dua sumber. Pertama, penelitian dalam bidang perkembangan persepsi bayi menunjukkan bahwa bayi telah membentuk suatu dunia persepsi yang stabil dan berbeda jauh lebih awal daripada yang dibayangkan oleh Piaget.Kedua, para peneliti baru-baru initelah menemukan bahwa memori dan bentuk-bentuk kegiatan simbolis lainnya terjadi pada semester kedua tahun pertama.
 Pandangan-pandangan kontemporer tentang perkembangan kognitif ini kemudian juga mendapat sokongan yang penting dalam para psikologi pemrosesan informasi. Kalau Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif bayi baru tercapai pada pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikologi pemrosesan informasi percaya bahwa perkembangan kognitif, seperti kemampuan dalam memberikan perhatian, menciptakan simbolisasi, meniru dan kemampuan konseptual, telah dimiliki bayi lebih awal.

3.   Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Dalam (Desmita, 2009: 104-109) karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi dalam dua tahap yaitu tahap usia sekolah (SD) dan Remaja (SMP dan SMA).
a). Usia Sekolah (Sekolah Dasar)
Berdasarkan pada teori kognitif  Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar masuk dalam tahap pemikiran kongkret-operasional, yaitu masa dimana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Menurut pieget, operasi adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan opersi kongkret adalah aktifitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau kongkreat dapat di ukur  (dalam Desmita 2009:104).
Artinya anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk berpikir melalui urutan sebab akibat dan mulai mengenali berbagai cara pemecahan permasalahan yang dihadapinya. Anak usia ini juga dapat mempertimbangkan secara logis hasil dari sebuah kondisi atau situasi serta tahu beberapa aturan atau strategi berpikir, seperti penjumlahan, pengurangan penggandaan, mengurutkan sesuatu secara berseri dan mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 5 x 6 = 30 dan 30 : 6 = 5 Jhonson & Medinnus (dalam Desmita, 2009: 104).
Menurut Piaget (dalam Desmita, 2009:104), anak-anak pada masa kongkret operasional (masa sekolah SD) ini telah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Jhonson & Medinnus, 1974). Hal ini adalah karena pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi: negasi, resiprokasi, dan identitas.
1). Negasi (negation)
Pada masa pra-opersional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari deretan benda, dengan kata lain mereka hanya mengetahui permulaan dan akhirnya saja tetapi belum memahami alur tengahnya. Tetapi pada masa kongkret opersional, anak memahami proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya.
2).  Hubungan timbal balik (resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama (dalam Desmita, 2009:105). Sehingga dalam masa ini anak mulai mengerti tentang hubungan timbal balik.
3). Identitas
Menurut Gunaris (dalam Desmita,2009), Pada usia sekolah (SD) anak sudah mengetahui berbagai benda  yang berada dalam suatu deretan, bisa menghitung, sehingga meskipun susunan dalam deret di pindah, anak tetap mengetahui jumlahnya sama Jadi, anak pada usia sekolah (masa Konkrit operasional) dapat mengetahui identitas berbagai benda dan mulai memahami akan susunan dan urutan tertentu.
b). Remaja (SMP dan SMA)
Menurut Lerner & Hustlsch, kemampuan anak pada usia remaja sudah semakin berkembang hingga memasuki tahap pemikiran operasional formal. Yaitu suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 dan 12 tahun dan terus berlanjut sampai usia remaja  sampai masa dewasa (dalam Desmita, 2009). Pada masa remaja, anak sudah mampu berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang sudah tersedia.
Anak sudah mampu berpikir secara abstrak dan hipotesis, sehingga ia mampu berpikir apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi. Mereka sudah mampu berpikir masa akan datang dan mampu menggunakan simbol untuk sesuatu benda yang belum diketahui.
Menurut Mussen (dalam Desmita, 2009: 105), masa remaja adalah suatu periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Hal ini karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf  prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral).

4.   Stimulasi Untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Pada Anak
Secara sederhana, perkembangan kognitif terdiri atas dua bidang, yakni logika-matematika dan sains. Oleh karena itu, cara meningkatkan perkembangan kognitif pada anak juga berkutat pada dua bidang pelajaran tersebut, yakni logika-matematika dan sains. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan perkembangan kognitif pada anak (dalam Suyadi, 2010: 92-94).
a.    Meningkatkan kemampuan berpikir logis
Berpikir logis sangat dibutuhkan anak-anak, karena kemampuan ini dapat mendidik kedisiplinan yang sangat kuat. Logika berperan besar dalam menjadikan anak-anak semakin dewasa dengan keputusan-keputusan matangnya. Mengajarkan cara berpikir logis kepada anak sangat penting dilakukan, karena dewasa atau tidaknya seseorang ditentukan dari cara berpikir logisnya. Matangnya berpikir logis membuat mereka tidak akanpernah menyesal atas segala keputusan yang dibuatnya. Sebab, penyesalan hanyalah tanda ketidakmatangan berpikir logis seseorang.
b.   Menemukan hubungan sebab-akibat
Menemukan hukum sebab akibat dapat ditempuh dengan membuat hubungan antara dua variabel atau lebih. Dari hubungan tersebut, dapat diketahui bahwa akibat dari suatu peristiwa ada sebabnya. Misalnya, penyebab kematian adalah sakit, penyebab kebakaran adalah arus pendek, dan lain-lain.
Akan tetapi, seringkali akibat yang sama disebabkan oleh sebab yang berbeda. Contohnya, orang mati atau meninggal bisa disebabkan karena kecelakaan, kelaparan, keracunan, bunuh diri, dan sebagainya. Oleh karena itu “sakit” hanyalah bagian kecil dari sekian banyak penyebab kematian yang ada. Pola-pola berpikir sebab-akibat ini lah yang harus diajarkan pada anak-anak dengan metode yang tepat dan akurat.
c.   Meningkatkan pengertian pada bilangan
Penting bagi guru dan orangtua untuk menanamkan rasa cinta kepada matematika sejak dini pada anak-anak. Sebab, hanya dengan rasa senang bermain angka atau bilangan inilah anak-anak kelak di masa dewasa akan mudah mempelajari matematika.
Cara termudah untuk mengajari anak agar mencintai bilangan dan angka adalah dengan uang. Biasanya, semua orang (termasuk anak-anak) sangat menyukai uang. Bahkan, hampir setiap hari anak selalu minta uang kepada orang tuanya. Momen ini bisa digunakan untuk mengajari matematika mereka, minimal menjumlah dan mengurangi.
Dengan bekal kepekaan terhadap angka dan bilangan anak menjadi lebih mengerti dan cepat dalam memahami hubungan sebab-akibat. Pemahaman tersebut akan membawa anak pada pengertian yang lebih cepat terhadap hal-hal yang dirasakan orang dewasa, seperti perencanaan keuangan di masa dewasa kelak.

5.   Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Terhadap Pendidikan
Teori Piaget ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar serta acuan penting dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Banyak guru mendapatkan inspirasi dari teori Piaget dalam mendesain kurikulum dan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didiknya.
Teresa M. McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod (dalam Desmita, 2009: 111-114) menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru di sekolah, yaitu:
a.   Memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam.
Anak-anak dari semua usia akan banyak mendapat pelajaran dari hasil eksplorasi dunia nyata. Pada tingkat pra-sekolah, eksplorasi ini dapat brupa permainan dengan air, pasir, balok-balok kayu, dan lain-lain. Selama tahun-tahun sekolah dasar, eksplorasi mungkin dilakukan melalui beberapa aktivitas, seperti melempar dan menagkap bola, menjelajahi alam, bekerja dengan tanah liat dan cat air, atau membentuk struktur bangunan dengan menggunakan stik es krim, dan lain-lain.
Demikian juga dengan siswa-siswa menengah, meskipun telah memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak, masih perlu diberi kesempatan untuk memanipulasi dan melakukan eksperimen dengan benda-benda konkret, seperti bereksperimen dengan menggunakan alat-alat di laboratorium, kamera dan film, peralatan memasak dan makanan, atau dengan peralatan tukang kayu.
b.   Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.
Dengan memberikan tugas-tugas, baik yang berkaitan dengan keterampilan berpikir operasional konkret maupun operasional formal (seperti konservasi, multiklasifikasi, separasi atau mengontrol variabel-variabel, penalaran proporsional, dan sebagainya), serta dengan mengobservasi respons siswa terhadap tugas-tugas tersebut, guru akan mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana pemikiran dan penalaran para siswa. Dengan mengetahui penalaran dan pemikiran para siswa, guru akan dapat menyusun kurikulum dan materi pengajaran yang sesuai dengan kemampuan berpikir peserta didik.
c.   Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pembelajaran.
Menurut Metz (dalam Desmita, 2009: 113) tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget memang tidak selalu akurat dalam mendiskripsikan kemampuan berpikir logis para siswa, tetapi bagaimanapun tahapan pemikiran dan proses penalaran siswa pada berbagai tingkat usia. Guru Sekolah Dasar misalnya akan memahami bahwa siswanya kemungkinan mengalami kesulitan dengan proporsi (seperti: pecahan atau desimal) dan dengan konsep-konsep abstrak (seperti: konsep keadilan, kebaikan). Sedangkan bagi guru sekolah menengah tentu akan lebih mengharapkan siswanya mendiskusikan ide-ide tentang kemajuan hidup masyarakat meskipun masih berupa pemikiran yang tidak realistis.
d.   Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda.
Pada setiap tingkat perkembangan kognitif, siswa secara aktif diberi semangat dalam proses pembelajaran. Guru tidak meremehkan atau terlalu mengunggulkan kemampuan berpikir siswa saat sekarang. Sebaliknya, siswa pada setiap tingkat didorong untuk secara aktif menggabungkan informasi yang ada agar sampai ke dalam skema mereka. Untuk itu, mereka harus melakukan tindakan atas informasi dengan berbagai cara, dan proses pendidikan di sekolah harus memberi siswa kesempatan untuk memiliki pengalaman atas dunia.
e.   Merancang aktivitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan dengan siswa lain.
Piaget percaya kalau belajar mestinya menjadi proses penemuan aktif dan disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Dalam hal ini, Piaget melihat adanya nilai pendidikan yang sangat besar di dalam interaksi sosial dengan teman sebaya.
Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya sangat membantu anak dalam memahami bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis. Oleh sebab itu, interaksi dengan teman sekelas secara khusus meliputi konflik atau perbedaan pendapat dan yang memungkinkan terjadinya ketidakseimbangan, tentu akan mendorong anak untuk mengevaluasi kembali pandangannya saat ini. Artinya, interaksi dengan teman sebaya akan memungkinkan siswa menguji pemikirannya, merasa tertantang, menerima umpan balik, dan melihat bagaimana orang lain menyelesaikan masalah.

C.   Tugas
1.   Kemukakanlah pengertian perkembangan kognitif menurut  Myers.
2.   Kemukakanlah tahap-tahap perkembangan kognitif bayi sampai remaja menurut Piaget.
3.   Bagaimanakah karakteristik perkembangan kognitif bayi sampai remaja dan tahap-tahapnya?
4.   Jelaskan implikasi teori perkembangan kognitif menurut Piaget terhadap pendidikan.
5.   Jelaskan stimulasi untuk meningkatkan perkembangan kognitif pada anak.



DAFTAR RUJUKAN
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
tami, Sri. 2012. Teori Perkembangan Vygotsky. Susanto, Ahmad. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Paud. Yogyakarta: PT. Pustaka Intan Madani.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar