Kebebasan Pers di Era Reformasi - GUDANG LITERASI

Breaking

Kamis, 10 November 2016

Kebebasan Pers di Era Reformasi

Image result for bebas pers

KEBEBASAN PERS di ERA REFORMASI
Perjalanan demokrasi di Indonesia masih dalam proses untuk mencapai suatu kesempurnan. Wajar apabila dalam pelaksaannya masih terdapat ketimpangan untuk kepentingan penguasa semata. Penguasa hanya mementingkan kekuasaan semata, tanpa memikirkan kebebasan rakyat untuk menentukan sikapnya . Sebenarnya demokrasi sudah muncul pada zaman pemerintahan presiden Soekarno yang dinamakan model Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto model demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila. Namun, alih-alih mempunyai suatu pemerintahan yang demokratis, model demokrasi yang ditawarkan di dua rezim awal pemerintahan Indonesia tersebut malah memunculkan pemerintahan yang otoritarian, yang membelenggu kebebasan politik warganya. Begitu pula kebebasan pers di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan masa pemerintahan Presiden Soeharto sangat dibatasi oleh kepentingan pemerintah. Pers dipaksa untuk memuat setiap berita harus tidak boleh bertentangan dengan pemerintah, di era pemerintahan Soekarno dan Soeharto, kebebasan pers ada, tetapi lebih terbatas untuk memperkuat status quo, ketimbang guna membangun keseimbangan antarfungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan kontrol publik (termasuk pers). Karenanya, tidak mengherankan bila kebebasan pers saat itu lebih tampak sebagai wujud kebebasan (bebasnya) pemerintah, dibanding bebasnya pengelola media dan konsumen pers, untuk menentukan corak dan arah isi pers Bagi Indonesia sendiri, pengekangan pemerintah terhadap pers di mulai tahun 1846, yaitu ketika pemerintah kolonial Belanda mengharuskan adanya surat izin atau sensor atas penerbitan pers di Batavia, Semarang, dan Surabaya.
Sejak itu pula, pendapat tentang kebebasan pers terbelah. Satu pihak menolak adanya surat izin terbit, sensor, dan pembredelan, namun di pihak lain mengatakan bahwa kontrol terhadap pers perlu dilakukan. Sebagai contoh adanya pembatasan terhadap pers dengan adanya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sesuai dengan Permenpen 01/1984 Pasal 33h. Dengan definisi ”pers yang bebas dan bertanggung jawab”, SIUPP merupakan lembaga yang menerbitkan pers dan pembredelan. Terjadinya pembredelan Tempo, Detik, Editor pada 21 Juni 1994, mengisyaratkan ketidakmampuan sistem hukum pers mengembangkan konsep pers yang bebas dan bertanggung jawab secara hukum. Ini adalah contoh pers yang otoriter yang di kembangkan pada rezim orde baru. Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat.
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi.
Hal ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 28 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat. Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat menginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya yang pada masa orde baru terbelenggu.
Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara. Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan persoalan- persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut. Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat izin terbit.
Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai mnejadi saksi di pengadilan.




Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
a.    Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
b.    Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak     .       asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
c.    Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
d.    Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan             .      dengan kepentingan umum.
e.    Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media.
Pers diharapkan memberikan berita harus dengan se- objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang jalannya pemerintahan. Sungguh ironi, dalam sistem politik yang relatif terbuka saat ini, pers Indonesia cenderung memperlihatkan performa dan sikap yang dilematis. Di satu sisi, kebebasan yang diperoleh seiring tumbangnya rezim Orde Baru membuat media massa Indonesia leluasa mengembangkan isi pemberitaan. Namun, di sisi lain, kebebasan tersebut juga sering kali tereksploitasi oleh sebagian industri media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak- banyaknya dengan mengabaikan fungsinya sebagai instrumen pendidik masyarakat. Bukan hanya sekedar celah antara rakyat dengan pemimpin, tetapi pers diharapkan dapat memberikan pendidikan untuk masyarakat agar dapat membentuk karakter bangsa yang bermoral. Kebebasan pers dikeluhkan, digugat dan dikecam banyak pihak karena berubah menjadi ”kebablasan pers”. Hal itu jelas sekali terlihat pada media-media yang menyajikan berita politik dan hiburan (seks). Media-media tersebut cenderung mengumbar berita provokatif, sensasional, ataupun terjebak mengumbar kecabulan. Ada hal lain yang harus diperhatikan oleh pers, yaitu dalam membuat informasi jangan melecehkan masalah agama, ras, suku, dan kebudayaan lain, biarlah hal ini berkembang sesuai dengan apa yang mereka yakini. Sayangnya, berkembangnya kebebasan pers juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan budaya ke dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan. Arus liberalisasi yang menerpa pers, menyebabkan Liberalisasi ekonomi juga makin mengesankan bahwa semua acara atau pemuatan rubrik di media massa sangat kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealisme nyaris tidak tercermin dalam tampilan media massa saat ini. Sebagai dampak dari komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saat ini, eksploitasi terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk menonton atau membaca pun menjadi sajian sehari-hari.

Dampak positif dari kebebasan pers
a. Dampak positif dari kebebasan pers yang sekarang berlangsung adalah   :  
1) Pemberitaan bebas mengulas suatu masalah Ilmu pengetahuan dan tehnologi serta pengetahuan dan informasi lainnya sehingga semua orang berhak tahu dan mengerti apa yang sedang terjadi sekarang ini dari berita ilmu pengetahuan, politik/pemerintah dan lain-lain yang akan membuat individu menjadi maju cara berfikirnya.    
2) Munculnya berbagai bentuk media masa seperti internet dan lain-lain, hal ini menunjukkan cermin dari perkembangan teknologi sekarang ini sehingga akan memacu untuk ingin tahu dan memajukan pola pikir setiap individu yang mengikutinya.   
3) Terbitnya berbagai mass media baik cetak, audio maupun audio visual, ini semua dapat kita lihat munculnya beberapa stasiun swasta radio, terbitnya majalah redaksi baru dan TV swasta misalnya majalah Gatra, Majalah terbit dan lain-lain.  Hal ini merupakan bukti dari banyaknya kemampuan masyarakat dalam kemampuan bidang pers serta keinginan untuk membangun pers.        
4) Tiap-tiap individu secara bebas dapat menyampaikan pendapatnya melalui media masa sehingga membantu dan memicu tiap individu untuk berkreasi menyampaikan pendapat dengan adanya kolom kontak pembaca, serta setiap wartawan  mengulas suatu masalah yang beraneka ragam
5) Memberikan kesempatan tiap individu untuk mencoba berani bagi yang ingin mencoba bisnis dalam mass media terbukti munculnya produksi media baru Terbit, Adil dan lain-lain serta membuka lapangan pekerjaan.    

Dampak Negatif dari kebebasan pers
b. Dampak negatif dari kebebasan pers sekarang ini adalah   :
1) Penampilan gambar.  
Di era kebebasan pers sekarang ini dibandingkan pada masa orde baru penampilan gambar lebih berani dan vulgar baik yang bersifat kekerasan maupun bersifat gambar yang menampilkan kemolekan tubuh manusia khususnya wanita yang setengah porno maupun porno secara utuh/bulat.
           
  a) Kekerasan.
Description: http://pontianak.tribunnews.com/foto/bank/images/ospek-mesum.jpg
 











Gambar kekerasan yang ditampilkan baik dalam media massa cetak maupun dalam audio visual dalam menyampaikan berita dengan makin berani dan gamblang misalnya kegiatan demonstrasi yang brutal dan lain-lain, hal ini akan berpengaruh terhadap generasi muda dan lebih fatalnya pada anak-anak yang masih mencari jati diri dan kepribadian sehingga dapat meniru dan tertanam kepada mereka sikap sadistis, tindakan kriminal dalam kehidupan sehari-hari serta cara penyampaian pendapat yang radikal apabila tidak terpenuhi hal tersebut semuanya dianggap suatu yang halal dan menjadi kebiasaan.   




b)  Setengah porno/porno.
Description: https://kasikabar.files.wordpress.com/2013/03/44b0b-coverplayboyindonesiaedisikelima.jpg
Penampilan gambar setengah porno dalam media cetak yang menampilkan foto-foto wanita yang berpakaian  amat  minim    dengan    pose   yang sangat merangsang seperti pada isi gambar “Tabloit LIPSTIK No. 29 tanggal 23 – 26 Nopember 2001” akan memicu setiap orang yang kurang kuat imannya untuk berbuat susila. Hal ini lebih parah lagi dengan penampilan dalam internet menampilkan foto-foto porno baik dari dalam negeri maupun luar negeri pada internet misal di email www.pondok indah @ yahoo atau www.Artis asia @ Yahoo yang menampilkan foto artis Indonesia berpose bugil, hal ini dapat merusak generasi muda dan citra Indonesia serta sangat bertentangan dengan norma kepribadian bangsa maupun dalam ajaran agama.   Apabila anak dibawah umur telah mengkonsumsi hal ini maka akan menghacurkan generasi muda masa mendatang secara lebih luas lagi.

2) Pemberitaan tulisan dan suara. Pemberitaan tulisan dilakukan melalui tabloit, surat kabar dan majalah serta penyiaran oleh radio swasta dengan macam penyajian sebagai berikut :   
a) Pemberitaan yang beraneka ragam versi pada kasus yang sama.  Pada saat ini tiap media mempunyai kepentingan masing-masing sehingga dalam isinya tidak mengandalkan isi nyata tetapi mengarah ketujuan tertentu untuk kepentingan kelompok tertentu atau dalam kepentingan bisnis supaya laku. Dalam pemberitaan tersebut juga akan membuat pembacanya menjadi bingung terhadap kejadian yang sama dimuat berbeda oleh mas media lain. 
b) Berita yang mengulas suatu masalah yang belum tentu benar. Hal ini terjadi dengan adanya isu tertentu yang bersifat samar dan jauh dari kebenaran tetapi sudah diekspos secara besar-besaran/utama dengan polesan menarik sehingga bersifat luar biasa/ spektakuler. Seperti Berita Harian Serambi Indonesia  tanggal 10 September 2001 tentang Jatuhnya Korban TNI penghadangan di Ulee Pidie Aceh yang jauh dari kenyataan.   

c) Berita yang dapat menimbulkan pemahaman tertentu, menghasut ataupun mengadu domba.Hal ini terjadi terhadap suatu kasus yang potensial untuk berkembang sara atau menimbulkan emosi terhadap pembacanya ada beberapa mass media dengan penuh polesan membahas kasus tersebut tanpa berpikir akan menimbulkan ekses yang berbahaya yang lebih besar seperti kejadian di Maluku yang dimuat di Tabloit AKSI. 
d) Mengkritik tanpa etika. Dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi adat ketimuran dengan tenggang rasanya. Tetapi dengan adanya perkembangan pers yang bebas dalam pengulasan suatu artikel tentang seseorang ataupun pejabat negara yang berakibat berita tersebut menjadi spektakuler/heboh maka media tertentu dengan leluasa melaksanakan ulasannya terkadang hingga tidak mencerminkan adat ketimuran.Hal ini terjadi juga apabila individu mempunyai kekeliruan/kelalaian serta melaksanakan tindakan asusila dengan bahasa yang menggiurkan media tertentu mengulasnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar