Konsep Budaya - GUDANG LITERASI

Breaking

Senin, 23 April 2018

Konsep Budaya

Image result for multikultural


A.  Konsep Budaya
1.   Pengertian Budaya
Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata latincolere yaitu mengolah atau mengerjakan, dapat diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani, kata culture juga kadang sering diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Emile Durkheim dan Marcel Maus
(dalam Mahfud, 2010:75) menjelaskan bahwa kultur atau budaya adalah sekelompok masyarakat yang menganut sekumpulan simbol- simbol yang mengikat di dalam sebuah masyarakat untuk diterapkan.
Budaya didefinisikan Taylor dalam Retnaningsih (1999: 230 ) sebagai sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan yang diterima oleh orang- orang yang menjadi anggota kelompok yang bersangkutan. Spradley dan Mc.Curdy dalam Retnaningsih (1999: 230 ) menyatakan bahwa budaya adalah kemampuan yang diperlukan seseorang yang digunakan untuk menafsirkan pengalaman dan menghasilkan tingkah laku sosial. LeVine dalam Retnaningsih (1999: 230) mendefinisikan budaya sebagai serangkaian ide- ide bersama yang meliputi intelektualitas/ hasil pemikiran, moral, ukuran- ukuran keindahan yang menonjol yang dihasilkan oleh suatu masyarakat dan arti- arti dari tindakan berkomunikasi.
Text Box: 3Pendapat lain datang dari Koentjaraningrat, menurut Koentjaningrat (2000: 181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”.
Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.Lebih jelasnya, kebudayaan atau disingkat budaya, menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Sedangkan menurut Linton (dalam Ihromi, 2006:18) kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang mana pun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan.
Dari definisi beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu sistem pengetahuan dan nilai- nilai dipercayai yang dihasilkan bersama- sama untuk membentuk persepsi- persepsi manusia dalam menghasilkan tingkah laku.

2.   Sejarah Budaya
Sejarah terbentunya budaya dapat dilihat dari tinjauan antropologis yaitu tinjauan dari aspek penciptaan budaya oleh manusia.Tinjauan ini dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan sampai seberapa jauh aspek-aspek manusiawi yang memengaruhi lahirnya kebudayaan, terutama pembinaan moral bangsa. Suatu ketentuan yang tidak dapat disangkal adalah bahwa manusia merupakan makhluk budaya, dalam arti dengan seluruh potensi yang dimiliki, ia mampu melahirkan cipta, rasa, dan karsa. Inilah yang paling menarik perhatian para pemikir, baik dari kalangan umum maupun dari kalangan islam, sehingga banyak di antara mereka menghabiskan waktunya untuk melakukan penelitian-penelitian dalam bidang ini. Pada saat diciptakan, manusia telah dilengkapi dengan empat fitrah (dorongan) yang menjadi potensi bagi pengembangan budaya, dimana dari keempat dorongan itu manusia mampu menciptakan budaya sebagai pengejawantahan dari cipta, rasa, dan karsa.Dorongan-dorongan yang memicu lahirnya budaya  menurut Soerjono (1994:188-189) antara lain.
a.   Dorongan Naluri (hidayah fitriyah)
Sejak dilahirkan, manusia telah menampakkan gejala-gejala sebagai pertanda bahwa dia adalah makhluk berbudaya, antara lain terlihat pada saat lapar ataupun haus, ia mengeluarkan suara tangisan dan pada saat disusui ibunya, ia mampu menghisap air susu ibu tersebut tanpa ada yang mengajarinya. Gejala yang disebut juga dengan instinct inilah yang mendasari penciptaan budaya.
b.   Dorongan Indrawi (hidayah hissiyah)
Di samping naluri, manusia juga diberi kemampuan menerima rangsangan dari luar seperti panas ataupun dingin, bunyi-bunyian, pemandangan yang indah, bau-bauan, dan manis ataupun asin dengan perantaraan panca inderanya (alat peraba, pendengar, pengelihat, pencium, dan perasa), dengan potensi itu manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya, melindungi dirinya dari bahaya yang mangancam, memenuhi kebutuhan minum, makan, bertempat tinggal, dan memenuhi kepuasan-kepuasan untuk dirinya.
c.    Dorongan Akal (hidayah 'aqliyah)
Gejala-gejala lahir yang ditangkap oleh panca indera kadang-kadang menyimpang dari realitas yang sebenarnya, seperti halnya jalan karena api yang sebenarnya sejajar, tetapi pada jarak tertentu terlihat bertemu di satu titik, dan tongkat yang sebenarnya lurus, apabila dicelupkan ke dalam air tampak membengkok. Penyimpangan seperti itu tentu harus dikontrol dengan kemampuan akal, agar gejala-gejala yang sebenarnya dapat diketahui. Dengan potensi berfikir daya khayalnya, manusia mampu melakukan apreseasi (apperception), dan menyalurkan apresiasinya itu melalui cipta, rasa, dan karsa, dari kemampuan akal ini, manusia mampu membuat alat untuk memudahkan keperluan-keperluannya, dari yang sederhana sampai yang canggih. Makin tinggi daya kreasi manusia, makin canggih pula bentuk-bentuk budaya materialnya.
d.   Dorongan Religi (hidayah diniyah)
Karena daya pemikiran manusia tidak dapat menjangkau apa yang terdapat di alam, maka perlu disambung dengan bimbingan sang Pencipta alam semesta yang diturunkan melalui para rasul-Nya. Dengan bimbingan ini manusia dapat mengetahui apa yang semestinya dilakukan, sehingga budaya yang diciptakan dapat berguna baik bagi dirinya, makhluk sesamanya, ataupun makhluk- makhluk yang lain.
Berdasarkan potensi yang ada pada manusia tersebut, pembentukan budaya dapat dibagi menjadi empat fase: 1) Fase Instinctiveyaitu fase di mana dorongan pembentukan budaya itu semata-mata timbul dari naluri, 2) Fase Inderawiyaitufase pembentukan budaya yang didorong oleh hasil penginderaan manusia pada alam sekitar, 3) Fase Akalyaitufase di mana manusia membentuk budayanya dengan jalan menggunakan kekuatan pikirannya serta imajinasinya, sehingga mampu menciptakan budaya, 4) Fase Religi yaitubimbingan wahyu, intuisi atau bisikan yang dirasakan datangnya dari Maha Pencipta, sehingga memberikan dorongan-dorongan bagi manusia untuk melengkapi hasil budayanya dengan nilai-nilai keagamaan.

3.   Unsur- unsur Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat ( dalam L. Siany dan Atiek, 2009: 58- 72) kebudayaan daerah dibagi atas unsur- unsur kebudayaan seperti bahasa, sistem pengetahuan, sistem kekrabatan atau organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem ekonomi/ mata pencaharian, kesenian dan kepercayaan. Unsur- unsur itulah yang menjadi pembeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lainnya.Adapun penjabarannya lebih lanjut adalah sebagai berikut.
a.   Bahasa
Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuannya untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa. Perkembangan bahasa, baik lisan, tulisan, maupun gerakan (isyarat) berbeda-beda antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Esensi bahasa adalah komunikasi.Jadi, bahasa merupakan unsur universal kebudayaan yang dikembangkan oleh manusia karena kebutuhan komunikasi dengan orang lain, baik dalam kelompok maupun di luar kelompoknya.
b.   Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia.Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.Namun, yang menjadi kajian dalam antropologi adalah bagaimana pengetahuan manusia digunakan untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya, masyarakat biasanya memiliki pengetahuan akan astronomi tradisional, yakni perhitungan hari berdasarkan atas bulan atau benda-benda langit yang dianggap memberikan tanda-tanda bagi kehidupan manusia.
c.    Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem organisasi sosial termasuk sistem organisasi kenegaraan dan sistem pemerintahannya. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Interaksi antarmanusia menghasilkan cara-cara pengorganisasian sosial yang disepakati oleh anggota masyarakat.Sistem sosial ini meliputi sistem kekerabatan (keluarga) sampai organisasi sosial yang lebih luas, seperti asosiasi, perkumpulan, dan akhirnya sampai pada negara.Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatantingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya.
d.   Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana.Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.
Pada masyarakat tradisional terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang digunakan oleh kelompok manusia yang hidup berpindah-pindah atau masyarakat pertanian, antara lain alat- alat produktif (alat tenun, alat rumah tangga, alat-alat pertanian, alat penangkap ikan, dan lainnya), senjata, alat- alat menyalakan api, makanan/ minuman, pakaian dan tempat perhiasan,tempat berlindung/ perumahan, alat transportasi.
e.   Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional, antara lain berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan dan bercocok tanam menetap dengan sistem irigasi. Lima sistem mata pencaharian tersebut merupakan jenis mata pencaharian manusia yang paling tua dan dilakukan oleh sebagian besar masyarakat pada masa lampau dan pada saat ini banyak masyarakat yang beralih ke mata pencaharian lain. Pada saat ini hanya sedikit sistem mata pencaharian atau ekonomi suatu masyarakat yang berbasiskan pada sektor pertanian.Artinya, pengelolaan sumber daya alam secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam sektor pertanian hanya bisa ditemukan di daerah pedesaan yang relatif belum terpengaruh oleh arus modernisasi.

f.    Sistem Religi
Pengertian sistem kepercayaan lebih luas dari agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Sistem kepercayaan berkaitan dengan kekuatan di luar diri manusia.Kepercayaan terhadap dewadewa, animisme, dinamisme, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah bukti unsur religi dalam kebudayaan. Dalam setiap kebudayaan akan ditemukan unsur ini walaupun dalam bentuk yang berbeda. Secara evolusionistik, religi manusia juga berkembang dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks.Perhatian utama para ahli antropologi pada awalnya adalah mengenai bentuk religi atau keyakinan yang bersifat alami.Misalnya, kepercayaan menyembah pada suatu kekuatan gaib di luar diri manusia, berupa gunung, angin, hutan, dan laut.Kepercayaan tersebut berkembang pada tingkatan yang lebih tinggi, yakni kepercayaan kepada satu dewa saja (monotheism) dan lahirnya konsepsi agama wahyu, seperti Islam, Hindu, Buddha, dan Kristen.
g.   Kesenian
Kesenian berkaitan erat dengan rasa keindahan (estetika) yang dimiliki oleh setiap manusia dan masyarakat. Rasa keindahan inilah yang melahirkan berbagai bentuk seni yang berbeda-beda antara kebudayaan yang satu dan kebudayaan yang lain. Dalam kajian antropologi kontemporer terdapat kajian visual culture, yakni analisis kebudayaan yang khusus mengkaji seni film dan foto.Dua media seni tersebut berusaha menampilkan kehidupan manusia beserta kebudayaannya dari sisi visual berupa film dokumenter atau karya-karya foto mengenai aktivitas kebudayaan suatu masyarakat.


4.   Karakteristik Kultur (Budaya)
Walaupun pengertian kultur sedemikian beragam, tetapi ada beberapa titik kesamaan yang mempertemukan keragaman definisi yang ada tersebut. Salah satunya dapat dilakukan lewat pengidentifikasian karakteristiknya. Conrad P. Kottak (dalam N.Ngainun dan S.Achmad, 2010 : 121-125) menjelaskan bahwa kultur memiliki beberapa karakter khusus antara lain :
a.   Kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus
General artinya setriap manusia di dunia ini mempunyai kultur dan spesifik berarti setiap kultur pada kelompok masyarakat bervariasi antara satu dengan yang lainnya, tergantung pada kelompok masyarakat yang mana kultur itu berada. Orang Jawa Timur dan orang Jawa Tengah, meskipun sama- sama berada dalam suku Jawa namun mereka mempunyai kultur yang berbeda.
b.   Kultur adalah sesuatu yang dipelajari
Seorang bayi atau anak kecil yang mudah meniru kebiasaan orang tuanya adalah contoh unik dari kapasitas kemampuan manusia dalam belajar. Dalam hal ini ada tiga macam bentuk pembelajaran yaitu : 1) pembelajaran individu secara situasional. Pembelajaran ini terjadi pada hewan yang belajar tentang apa yang akan dilakukannya di masa yang akan datang berdasarkan pengalamannya sendiri. Seekor hewan akan menghindari api apabila ia mempunyai pengalaman merasakan panasnya tersulut api. 2) Pembelajaran situasi secara sosial. Ini dapat dipahami dengan mengambil contoh dari tingkah laku seekor serigala yang belajar berburu dengan cara melihat serigala lainnya yang melakukan perburuan. 3) Pembelajaran kultural yaitu suatu kemampuan unik pada manusia dalam membangun kapasitasnya untuk menggunakan simbol- simbol atau tanda- tanda yang tidak ada hubunganya dengan asal- usul dimana mereka berada.
c.    Kultur adalah sebuah simbol
Dalam hal ini, simbol dapat berbentuk sesuatu yang verbal dan non verbal, dapat juga berbentuk bahasa khusus yang hanya dapat diartikan secara khusus pula atau bahkan tidak dapat diartikan ataupun dijelaskan.
d.   Kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang dialami
Secara alamiah, manusia harus makan dan mendapatkan energi, kemudian kultur mengajarkan pada manusia untuk makan makanan jenis apa, kapan waktu makan dan bagaimna cara makan. Kultur juga dapat menyesuaikan diri kita dengan keadaan alam secara alamiah di mana kita hidup.
e.   Kultur adalah kebersamaan
Kultur adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama- sama yang menjadi atribut bagi individu bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat. Kultur secara alamiah ditransformasikan melalui masyarakat. Pernyataan ini dapat dilihat dari pengalaman kita ketika belajar tentang kultur dengan cara observasi, mendengar, berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Selanjutnya, secara bersama- sama, kita mempunyai kepercayaan, kultur, nilai- nilai, ingatan- ingatan, harapan- harapan, berbagai gaya berpikir dan tingkah laku yang mengesampingkan perbedaan- perbedaan yang ada di antara individu- individu.


f.    Kultur adalah sebuah model
Kultur adalah sebuah model  artinya, kultur bukan kumpulan adat- istiadat dan kepercayaan yang tidak ada artinya sama sekali. Kultur adalah sesuatu yang disatukan dan system- system yang tersusun dengan jelas.Adat istiadat, institusi, kepercayaan dan nilai- nilai adalah sesuatu yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.Contohnya pada masa sebelum tahun 1970-an, wanita Indonesia mayoritas memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Kemudian setelah itu hingga awal tahun 1990- an sampai sekarang, mayoritas mereka sudah memilih untuk melanjutkan sekolah dan berkerja secara professional.
g.   Kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif
Kultur merupakan sebuah proses bagi sebuah populasi untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya sehingga semua anggotanya melakukan usaha maksimal untuk bertahan hidup dan melanjutkan keturunan. Karakteristik- karakteristik biologis maupun kultural yang diapaki dalam proses bertahan hidup dan melanggengkan keturunan ini kemudian disebut sebagai sesuatu yang adaptif.

B. Keanekaragaman Budaya
1.   Pengertian Keaneakaragaman Budaya (Multikultural)
Secara etimologis, multikultural berasal dari kata multi, yang artinya banyak/ beragam dan kultural, yang berarti budaya. Keragaman budaya, itulah arti dari multikultural. Keragaman budaya mengindikasikan bahwa terdapat berbagai macam budaya yang memiliki ciri khas tersendiri, yang saling berbeda dan dapat dibedakan satu sama lain (Mahfud, 20010: 75-77). Paham atau ide mengenai multikultural disebut dengan multikulturalisme. Multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham), secara hakiki dalam kata multikulturalisme terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan masing-masing kebudayaannya yang unik (Rustanto, 2015:39).
Multikulturalisme menurut  Naim dan Syauqi (2010: 126) adalah perasaan nyaman yang dibentuk oleh pengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilan yang mendukung suatu proses komunikasi yang efektif dengan setiap orang dari sikap kebudayaan yang ditemui dalam setiap situasi yang melibatkan sekelompok orang yang berbeda latar belakang kebudayaan. Rasa aman adalah suasana tanpa kecemasan, tanpa mekanisme pertahanan diri dalam pengalaman dan perjumpaan antarbudaya, sedangkan menurut Abdullah (dalam, Naim dan Sauqi, 2010:125-126) multikulturalisme adalah sebuah paham yang menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata lain, penekanan utama multikulturalisme adalah penekanan budaya.
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan pengertian dari multikulturalisme adalah  konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis dan agama. Multikultural merupakan sebuah konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam (multikultur). Bangsa yang multikultur adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik atau budaya (etnic and cultur groups) yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-existence yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain.
2.   Sejarah Keanekaragaman Budaya (Multikultural)
            Beberapa hal yang menyebabkan adanya keanekaragaman budaya di Indonesia adalalah sebagai berikut.
a.   Adanya perbedaan jalur masuknya nenek moyang ke Indonesia
Nenek moyang Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Cina bagian selatan yang pindah ke pulau-pulau di Nusantara. Perpindahan ini terjadi secara bertahap dalam waktu dan jalur yang berbeda. Ada kelompok mengambil jalur barat melalui selat Malaka menuju pulau Sumatera dan Jawa, sedangkan kelompok lainnya mengambil jalan ke arah timur, yaitu melalui kepulauan Formosa atau Taiwan, di sebelah selatan Jepang, menuju Filipina dan kemudian meneruskan perjalanan ke Kalimantan. Dari Kalimantan ada yang pindah ke Jawa dan sebagian lagi ke pulau Sulawesi.Adanya  perbedaan jalur perjalanan, proses adaptasi dibeberapa tempat persinggahan yang berbeda dan perbedaan pengalaman serta pengetahuan itulah yang menyebabkan timbulnya perbedaan suku bangsa dengan budaya yang beraneka ragam di Indonesia (Rustanto, 2015:45).
b.   Adanya perbedaan kondisi geografis
Indonesia adalah negara yang terdiri atas pulau-pulau yang satu sama lain dihubungkan oleh laut dangkal yang sangat potensial. Selain itu, bentuk pulau-pulau itu memperlihatkan relief yang beraneka ragam. Perbedaan- perbedaan lainnya menyangkut curah hujan, suhu dan kelembapan udara, jenis tanah, flora dan fauna yang berkembang di atasnya. Perbedaan-perbedaan kondisi geografis ini telah melahirkan berbagai suku bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut, misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagangan, dan lain-lain (Rustanto, 2015:47).
c.   Banyaknya pengaruh asing yang beranekaragam
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh asing pertama yang mewarnai sejarah kebudayaan Indonesia adalah ketika orang-orang India, Cina, dan Arab mendatangi wilayah Indonesia, disusul kedatangan bangsa Eropa. Bangsa-bangsa tersebut datang membawa kebudayaan yang beragam.
Daerah-daerah yang relatif terbuka, khususnya daerah pesisir, paling cepat mengalami perubahan. Dengan semakin baiknya sarana dan prasarana transportasi, hubungan antarkelompok masyarakat semakin intensif dan semakin sering pula mereka melakukan pembauran. Sedangkan daerah yang terletak jauh dari pantai umumnya hanya terpengaruh sedikit, sehingga berkembang corak budaya yang khas pula (Rustanto, 2015: 48).
d.   Adanya riwayat historis yang miris
Jika dilihat secara historis menurut Mahfud (2010: 81) historis sejak jatuhnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut sebagai era reformasi, kebudayaan Indonesia mengalami disintegrasi. Dalam pandangan Azyumardi Azra bahwa krisis moneter, ekonomi dan politik yang bermula sejak akhir 1997, pada akhirnya juga mangakibatkan terjadinya krisis sosio-budaya di dalam kehidupan bangsa dan negara. Jalinan tenun masyarakat (fabric of society) berantakan akibat berbagai krisis yang melanda masyarakat (Mahfud, 2010:83).
Krisis sosial budaya yang meluas menurut Mahfud (2010:85) dapat disaksikan dalam berbagai bentuk disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat, misalnya disintregrasi sosial-politik yang bersumber dari euforia kebebasan yang nyaris kebablasan, lenyapnya kesabaran sosial (social temper) dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki, merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral dan kesantunan sosial, semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya, berlanjutnya konflik dan kekerasan yang bersumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis dan agama seperti terjadi di Aceh, Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku, Sulawesi Tengah, dan lain-lain.
Disorientasi, dislokasi atau krisis sosial-budaya di kalangan masyarakat semakin merebak seiring dengan meningkatnya penetrasi dan ekspansi budaya Barat (khususnya Amerika) sebagai akibat proses globalisasi yang terus tidak terbendung (Mahfud, 2010:87). Berbagai ekspresi sosial budaya yang sebenarnya asing, yang tidak memiliki basis dan preseden kulturalnya dalam masyarakat, semakin menyebar dalam masyarakat sehingga memunculkan kecenderungan-kecenderungan gaya hidup baru yang tidak selalu sesuai dan kondusif bagi kehidupan sosial budaya masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilihat misalnya, semakin merebaknya budaya McDonald, juga makanan instan lainnya, meluasnya budaya telenovela yang menyebabkan kekerasan dan hedonisme, mewabahnya valentine’s day dan kini juga ada pub night di kalangan remaja.
3.   Macam-macam Multikulturalisme
Keanekaragaman budaya dapat dilihat dari berbagai segi dan juga sudut pandang, Parekh (dalam Mahfud, 2010: 93) membedakan multikulturalisme dalam lima macam. Pembagian kelima bentuk multikulturalisme itu tidak kedap air (watertinght), sebaliknya bisa tumpang tindih dalam segi-segi tertentu. Kelima macam multikulturalisme tersebut adalah sebagai berikut.
a.   Multikulturalisme Isolasionis
Mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang minimal hanya satu sama lain.
b.   Multikulturalisme Akomodatif
Yaitu masyarakat plural yang memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian dan akomodasi bagi kebutuhan kultural kaum minoritas.
c.    Multikulturalisme Otonomis
Yaitu masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan mengangankan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Kepedulian pokok kelompok-kelompok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak sama dengan kelompok yang dominan. Mereka menentang kelompok kultural dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok dapat eksis sebagai mitra sejajar.
d.   Multikulturalisme Kritikal atau Interaktif
Yaitu masyarakat plural dimana kelompok-kelompok tidak terlalu peduli dengan kehidupan kultural otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
e.   Multikulturalisme Kosmopolitan
Yaitu paham yang berusaha menghapuskan batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu. Sebaliknya mereka secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen interkultural sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing. Para pendukung multikulturalisme jenis ini, sebagian besar adalah intelektual diasporik dan kelompok liberal yang memiliki kecenderungan postmodernis memandang seluruh budaya sebagai sumber yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas.
Dari beberapa macam multikulturalisme tersebut, ada benang merah yang dapat dijadikan pijakan, yaitu hal yang paling utama dari makna dan pemahaman multikulturalisme adalah kesejajaran budaya. Masing-masing budaya manusia atau kelompok etnis harus diposisikan sejajar dan setara. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih dominan. Semua kebudayaan pada dasarnya mempunyai kearifan-kearifan tradisional yang berbeda-beda.Kearifan-kearifan tersebut tidak dapat dinilai sebagi positif-negatif dan tidak dapat dijelaskan melalui kacamata kebudayaan yang lain. Hal ini disebabkan oleh sudut pandnag dan akar baik-buruk dari setiap kebudayaan mempunyai volume yang berbeda pula.

4.   Perkembangan Multikultural
Tentunya multikultural juga sama seperti aspek-aspek lainnya, seiring berjalannya waktu juga mengalami perkembangan. Menurut Rustanto (2015: 44) perkembangan multikultural terdiri dari empat kelompok sosial, yaitu (a) kelompok sosial berdasarkan ras, (b) kelompok sosial berdasarkan bahasa, (c) kelompok sosial berdasarkan suku bangsa, dan (d) kelompok sosial berdasarkan perbedaan agama. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut.
a.   Kelompok Sosial berdasarkan Ras
Pola pergaulan di Indonesia tidak mengenal adanya rasialisme atau superioritas satu ras di atas ras lainnya, walaupun terdapat beberapa kelompok ras yang jumlahnya lebih banyak daripada kelompok ras lainnya. Namun, hal ini tidak berarti ras tersebut ditempatkan secara istimewa atau dianggap lebih unggul yang akhirnya mengarah pada sikap rasialis yang bertentangan dengan konsepsi masyarakat majemuk.
b.   Kelompok Sosial berdasarkan Bahasa
Setelah melalui proses panjang, akhirnya individu maupun kelompok yang memiliki perbedaan-perbedaan tadi ternyata mampu menghasilkan suatu persamaan yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai, yaitu bahasa Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena bahasa-bahasa suku yang mereka miliki berasal dari satu rumpun, yaitu keluarga bahasa Austronesia. Jadi, mereka dapat cukup mudah saling menerima dan mempelajari bahasa suku bangsa lainnya dan menerima serta mempelajari bahasa baru seperti bahasa Indonesia.
c.    Kelompok Sosial berdasarkan Suku Bangsa
Di Indonesia terdapat sekitar 300 suku bangsa dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah. Masing-masing suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, yang tercermin pada pola dan gaya hidup mereka masing-masing. M.A Jaspan (dalam Rustanto, 2015:44) menyatakan bahwa masyarakat Indonesia terdiri atas 366 suku bangsa. Pernyataan ini menggunakan patokan atau kriteria yang didasarkan pada bahasa, daerah, kebudayaan dan susunan masyarakatnya.
d.   Kelompok Sosial berdasarkan Perbedaan Agama
Masyarakat Indonesia terbagi menjadi beberapa kelompok sosial yang diikat oleh unsur-unsur religi. Sedikitnya terdapat 5 kelompok religi yang jumlah anggotanya cukup besar, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Buddha dan Hindu. Yang paling besar adalah kelompok Muslim, mencapai 90% dari jumlah penduduk di Indonesia. Selain itu, masih terdapat kelompok masyarakat yang menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, kebebasan beragama sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing dijamin oleh negara.



C.  Menyikapi Keanekaragaman Budaya di Indonesia
Keanekaragaman budaya tentunya merupakan suatu hal yang harus disambut positif oleh bangsa Indonesia. Keanekaragaman budaya juga tentunya harus menjadi suatu kebanggaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia tidak perlu takut dengan adanya perbedaan nantinya akan menyebabkan pertikaian, terpecah belah bahkan terpisah, karena perbedaan itu sebenarnya merupakan hal yang indah apabila telah disatukan. Cara menyikapi keanekaragaman budaya salah satunya adalah dengan menjadi masyarakat multikultural.
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen, baik itu suku, ras, agama, pendidikan, ekonomi, politik, bahasa dan lain-lain yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang memiliki satu pemerintahan tetapi dalam masyarakat itu masing-masing terdapat segmen-segmen yang tidak bisa disatukan (dalam Rustanto,  2015:40), sedangkan menurut Naim dan Syauqi, 2010: 127 masyarakat multikultural adalah masyarakat yang mampu menekankan dirinya sebagai arbitrer, yaitu sebagai penengah bagi proses rekonsiliasi ketika proses dialektika tersebut menemui titik jenuh, karena seiring perjalanan waktu tidak mungkin sebuah masyarakat selamanya berada dalam keadaan damai tanpa persoalan, sebab dengan persoalan inilah dinamika hidup bergerak.
Sebagai masyarakat multikultur, tindakan-tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk menyikapi adanya keanekaragaman budaya adalah sebagai berikut.


1.   Menghargai kebudayaan sendiri, kebudayaan orang lain dan tidak mencelanya
Sebagai masyarakat yang multikultural yang pertama tentunya kita harus bangga dengan budaya yang dimiliki oleh daerah kita. Kita harus selalu menghormati dan juga menghargai budaya daerah kita, harus mengikutinya dan juga menjaganya serta merasa bangga memiliki budaya tersebut.
Selain menghargai budaya sendiri, tentunya kita juga harus menghargai kebudayaan lain, kita harus menghormati keunikan potensial yang ditonjolkan dari suatu daerah, tanpa melihat kekurangan keadaan daerah tersebut.
Terkadang memang arti kata bagus dan indah sifatnya sangat relatif, belum tentu di suatu daerah A menganggap potensinya sudah sangat bagus dan luar biasa, akan tetapi menurut daerah C hal itu sudah sangat biasa. Bila menghadapi hal demikian kita tidak boleh mencela apabila yang kita lihat kurang sesuai dengan ekpetasi kita.

2.   Mempelajari budaya sendiri dan juga orang lain
Tentunya tidak harus menunggu tua untuk mempelajari budaya, sedari dini kita harus terbiasa mempelajari budaya, utamanya budaya yang ada di daerah kita, kita harus senantiasa paham betul dengan kebudayaan yang daerah kita meliki, hal ini bertujuan agar budaya tersebut dapat tetap lestari sampai kapanpun. Jika sudah menguasai budaya yang dimiliki daerah kita tentunya tidak menutup kemungkinan sebagai masyarakat multikulturak kita mempelajari budaya lain, diharapkan dengan mempelajari budaya lain nantinya dapat menggabungkan beberapa kebudayaan dan menciptakan budaya yang baru.
3.   Tidak menomorsatukan budaya sendiri
Tentunya kita pasti sangat mencintai daerah kita, termasuk budaya yang dimiliki oleh daerah kita, rasa cinta itu boleh saja akan tetapi tidak boleh berlebihan, karena rasa cinta yang berlebih ini ditakutkan nantinya akan memandang remeh kebudayaan daerah lain.
4.   Mempromosikan kebudayaan didunia internasional
Mengenalkan dan mempromosikan kebudayaan didunia internasional ini sungguh penting, apalagi membuat hak PATEN akan budaya daerah kita, hal ini dengan harapan agar masyarakat internasional tahu bagaimana budaya Indonesia itu dan agar budaya daerah kita tidak di klaim oleh negara lain.
5.   Tidak meninggalkan kebudayaan di era globalisasi
Seiring perkembangan zaman, tentunya semua hal juga berkembang, budaya juga harus berkembang tidak boleh ditinggalkan. Adanya kemajuan di bidang teknologi tentunya harus dimanfaatkan juga didalam pengembangan dan pelestarian budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar