A. Konsep Budaya
1.
Pengertian Budaya
Dalam bahasa Inggris kebudayaan
disebut culture yang berasal dari kata latincolere yaitu mengolah
atau mengerjakan, dapat diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani, kata culture
juga kadang sering diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Emile Durkheim dan
Marcel Maus
(dalam Mahfud, 2010:75) menjelaskan bahwa kultur atau budaya
adalah sekelompok masyarakat yang menganut sekumpulan simbol- simbol yang
mengikat di dalam sebuah masyarakat untuk diterapkan.
Budaya
didefinisikan Taylor dalam Retnaningsih (1999: 230 )
sebagai sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan yang
diterima oleh orang- orang yang menjadi anggota kelompok yang bersangkutan.
Spradley dan Mc.Curdy dalam Retnaningsih (1999: 230 ) menyatakan bahwa budaya adalah
kemampuan yang diperlukan seseorang yang digunakan untuk menafsirkan pengalaman
dan menghasilkan tingkah laku sosial. LeVine dalam Retnaningsih (1999: 230)
mendefinisikan budaya sebagai serangkaian ide- ide bersama yang meliputi
intelektualitas/ hasil pemikiran, moral, ukuran- ukuran keindahan yang menonjol
yang dihasilkan oleh suatu masyarakat dan arti- arti dari tindakan
berkomunikasi.
Pendapat lain
datang dari Koentjaraningrat, menurut Koentjaningrat (2000: 181)
kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta ”buddhayah”,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”.
Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya
budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari
cipta, karsa, dan rasa itu.Lebih jelasnya, kebudayaan atau disingkat budaya,
menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Sedangkan
menurut Linton (dalam Ihromi, 2006:18) kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan
dari masyarakat yang mana pun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup
itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih
diinginkan.
Dari definisi beberapa ahli diatas
maka dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu sistem pengetahuan dan nilai-
nilai dipercayai yang dihasilkan bersama- sama untuk
membentuk persepsi- persepsi manusia dalam menghasilkan tingkah
laku.
2.
Sejarah Budaya
Sejarah terbentunya budaya dapat dilihat dari tinjauan
antropologis yaitu tinjauan dari aspek penciptaan budaya oleh manusia.Tinjauan
ini dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan sampai seberapa jauh aspek-aspek
manusiawi yang memengaruhi lahirnya kebudayaan, terutama pembinaan moral
bangsa. Suatu ketentuan yang tidak dapat disangkal adalah bahwa manusia
merupakan makhluk budaya, dalam arti dengan seluruh potensi yang dimiliki, ia
mampu melahirkan cipta, rasa, dan karsa. Inilah yang paling menarik perhatian
para pemikir, baik dari kalangan umum maupun dari kalangan islam, sehingga banyak
di antara mereka menghabiskan waktunya untuk melakukan penelitian-penelitian
dalam bidang ini. Pada saat diciptakan, manusia telah dilengkapi dengan empat
fitrah (dorongan) yang menjadi potensi bagi pengembangan
budaya, dimana dari keempat dorongan itu manusia mampu menciptakan budaya
sebagai pengejawantahan dari cipta, rasa, dan karsa.Dorongan-dorongan yang memicu
lahirnya budaya menurut Soerjono
(1994:188-189) antara lain.
a.
Dorongan Naluri (hidayah
fitriyah)
Sejak dilahirkan, manusia telah menampakkan gejala-gejala
sebagai pertanda bahwa dia adalah makhluk berbudaya, antara lain terlihat pada
saat lapar ataupun haus, ia mengeluarkan suara tangisan dan pada saat disusui
ibunya, ia mampu menghisap air susu ibu tersebut tanpa ada yang mengajarinya.
Gejala yang disebut juga dengan instinct inilah yang mendasari penciptaan budaya.
b.
Dorongan Indrawi (hidayah
hissiyah)
Di samping naluri, manusia juga diberi kemampuan menerima
rangsangan dari luar seperti panas ataupun dingin, bunyi-bunyian, pemandangan
yang indah, bau-bauan, dan manis ataupun asin dengan perantaraan panca
inderanya (alat peraba, pendengar, pengelihat, pencium, dan perasa), dengan potensi itu
manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya, melindungi dirinya dari bahaya
yang mangancam, memenuhi kebutuhan minum, makan, bertempat tinggal, dan
memenuhi kepuasan-kepuasan untuk dirinya.
c.
Dorongan Akal (hidayah
'aqliyah)
Gejala-gejala lahir yang ditangkap oleh panca indera
kadang-kadang menyimpang dari realitas yang sebenarnya, seperti halnya jalan
karena api yang sebenarnya sejajar, tetapi pada jarak tertentu terlihat bertemu
di satu titik, dan tongkat yang sebenarnya lurus, apabila dicelupkan ke dalam
air tampak membengkok. Penyimpangan seperti itu tentu harus dikontrol dengan
kemampuan akal, agar gejala-gejala yang sebenarnya dapat diketahui. Dengan
potensi berfikir daya khayalnya, manusia mampu melakukan apreseasi (apperception),
dan menyalurkan apresiasinya itu melalui cipta, rasa, dan karsa, dari kemampuan akal
ini, manusia mampu membuat alat untuk memudahkan keperluan-keperluannya, dari
yang sederhana sampai yang canggih. Makin tinggi daya kreasi manusia, makin
canggih pula bentuk-bentuk budaya materialnya.
d.
Dorongan Religi (hidayah
diniyah)
Karena
daya pemikiran manusia tidak dapat menjangkau apa yang terdapat di alam, maka perlu disambung
dengan bimbingan sang Pencipta alam semesta yang diturunkan
melalui para rasul-Nya. Dengan bimbingan ini manusia dapat mengetahui apa
yang semestinya dilakukan, sehingga budaya yang diciptakan dapat berguna baik
bagi dirinya, makhluk sesamanya, ataupun makhluk- makhluk yang lain.
Berdasarkan potensi yang ada pada manusia tersebut,
pembentukan budaya dapat dibagi menjadi empat fase: 1) Fase Instinctiveyaitu fase di mana dorongan pembentukan budaya itu semata-mata
timbul dari naluri, 2) Fase Inderawiyaitufase pembentukan budaya
yang didorong oleh hasil penginderaan manusia pada alam sekitar, 3) Fase
Akalyaitufase di mana manusia
membentuk budayanya dengan jalan menggunakan kekuatan pikirannya serta
imajinasinya, sehingga mampu menciptakan budaya, 4) Fase Religi yaitubimbingan wahyu, intuisi atau bisikan yang dirasakan
datangnya dari Maha Pencipta, sehingga memberikan dorongan-dorongan bagi
manusia untuk melengkapi hasil budayanya dengan nilai-nilai keagamaan.
3.
Unsur- unsur Kebudayaan
Menurut
Koentjaraningrat ( dalam L. Siany dan Atiek, 2009: 58- 72) kebudayaan daerah
dibagi atas unsur- unsur kebudayaan seperti bahasa, sistem pengetahuan, sistem
kekrabatan atau organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem
ekonomi/ mata pencaharian, kesenian dan kepercayaan. Unsur- unsur itulah yang
menjadi pembeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat
yang lainnya.Adapun penjabarannya
lebih lanjut adalah sebagai berikut.
a.
Bahasa
Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuannya untuk berkomunikasi
dengan orang lain dengan menggunakan bahasa. Perkembangan bahasa, baik lisan,
tulisan, maupun gerakan (isyarat) berbeda-beda antara kebudayaan yang satu
dengan kebudayaan yang lain. Esensi bahasa adalah komunikasi.Jadi, bahasa
merupakan unsur universal kebudayaan yang dikembangkan oleh manusia karena
kebutuhan komunikasi dengan orang lain, baik dalam kelompok maupun di luar
kelompoknya.
b.
Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural
universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem
pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia.Sistem
pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang
berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.Namun, yang menjadi kajian
dalam antropologi adalah bagaimana pengetahuan manusia digunakan untuk
mempertahankan hidupnya. Misalnya, masyarakat biasanya memiliki pengetahuan
akan astronomi tradisional, yakni perhitungan hari berdasarkan atas bulan atau
benda-benda langit yang dianggap memberikan tanda-tanda bagi kehidupan manusia.
c.
Sistem Kekerabatan dan
Organisasi Sosial
Sistem organisasi sosial termasuk
sistem organisasi kenegaraan dan sistem pemerintahannya. Manusia adalah makhluk
sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Interaksi antarmanusia
menghasilkan cara-cara pengorganisasian sosial yang disepakati oleh anggota
masyarakat.Sistem sosial ini meliputi sistem kekerabatan (keluarga) sampai
organisasi sosial yang lebih luas, seperti asosiasi, perkumpulan, dan akhirnya
sampai pada negara.Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat
kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai
macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke
hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga
inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke
dalam tingkatantingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi sosial
dalam kehidupannya.
d.
Sistem Peralatan Hidup
dan Teknologi
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan
hidupnya sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda
tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia
berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda
yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih
sederhana.Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam
peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.
Pada masyarakat tradisional terdapat
delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang digunakan oleh
kelompok manusia yang hidup berpindah-pindah atau masyarakat pertanian, antara
lain alat- alat produktif (alat tenun, alat rumah tangga, alat-alat pertanian,
alat penangkap ikan, dan lainnya), senjata, alat- alat menyalakan api, makanan/
minuman, pakaian dan tempat perhiasan,tempat berlindung/ perumahan, alat
transportasi.
e.
Sistem Ekonomi/Mata
Pencaharian Hidup
Mata pencaharian atau aktivitas
ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian
etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata
pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional,
antara lain berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap
ikan dan bercocok tanam menetap dengan sistem irigasi. Lima sistem mata
pencaharian tersebut merupakan jenis mata pencaharian manusia yang paling tua
dan dilakukan oleh sebagian besar masyarakat pada masa lampau dan pada saat ini
banyak masyarakat yang beralih ke mata pencaharian lain. Pada saat ini hanya
sedikit sistem mata pencaharian atau ekonomi suatu masyarakat yang berbasiskan
pada sektor pertanian.Artinya, pengelolaan sumber daya alam secara langsung
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam sektor pertanian hanya bisa
ditemukan di daerah pedesaan yang relatif belum terpengaruh oleh arus
modernisasi.
f.
Sistem Religi
Pengertian sistem kepercayaan lebih
luas dari agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Sistem kepercayaan
berkaitan dengan kekuatan di luar diri manusia.Kepercayaan terhadap dewadewa,
animisme, dinamisme, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah bukti
unsur religi dalam kebudayaan. Dalam setiap kebudayaan akan ditemukan unsur ini
walaupun dalam bentuk yang berbeda. Secara evolusionistik, religi manusia juga
berkembang dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks.Perhatian utama
para ahli antropologi pada awalnya adalah mengenai bentuk religi atau keyakinan
yang bersifat alami.Misalnya, kepercayaan menyembah pada suatu kekuatan gaib di
luar diri manusia, berupa gunung, angin, hutan, dan laut.Kepercayaan tersebut
berkembang pada tingkatan yang lebih tinggi, yakni kepercayaan kepada satu dewa
saja (monotheism) dan lahirnya konsepsi agama wahyu, seperti Islam, Hindu,
Buddha, dan Kristen.
g.
Kesenian
Kesenian berkaitan erat dengan rasa
keindahan (estetika) yang dimiliki oleh setiap manusia dan masyarakat. Rasa
keindahan inilah yang melahirkan berbagai bentuk seni yang berbeda-beda antara
kebudayaan yang satu dan kebudayaan yang lain. Dalam kajian antropologi
kontemporer terdapat kajian visual
culture, yakni analisis kebudayaan yang khusus mengkaji seni film dan
foto.Dua media seni tersebut berusaha menampilkan kehidupan manusia beserta
kebudayaannya dari sisi visual berupa film dokumenter atau karya-karya foto
mengenai aktivitas kebudayaan suatu masyarakat.
4.
Karakteristik Kultur (Budaya)
Walaupun
pengertian kultur sedemikian beragam, tetapi ada beberapa titik kesamaan yang
mempertemukan keragaman definisi yang ada tersebut. Salah satunya dapat
dilakukan lewat pengidentifikasian karakteristiknya. Conrad P. Kottak (dalam N.Ngainun dan S.Achmad, 2010 : 121-125) menjelaskan bahwa
kultur memiliki beberapa karakter khusus antara lain :
a.
Kultur adalah sesuatu yang general
dan spesifik sekaligus
General artinya setriap manusia di dunia ini mempunyai
kultur dan spesifik berarti setiap kultur pada kelompok masyarakat bervariasi
antara satu dengan yang lainnya, tergantung pada kelompok masyarakat yang mana
kultur itu berada. Orang Jawa Timur dan orang Jawa Tengah, meskipun sama- sama
berada dalam suku Jawa namun mereka mempunyai kultur yang berbeda.
b.
Kultur adalah sesuatu yang
dipelajari
Seorang bayi atau anak kecil yang mudah meniru kebiasaan
orang tuanya adalah contoh unik dari kapasitas kemampuan manusia dalam belajar.
Dalam hal ini ada tiga macam bentuk pembelajaran yaitu : 1) pembelajaran
individu secara situasional. Pembelajaran ini terjadi pada hewan yang belajar tentang
apa yang akan dilakukannya di masa yang akan datang berdasarkan pengalamannya sendiri.
Seekor hewan akan menghindari api apabila ia mempunyai pengalaman merasakan
panasnya tersulut api. 2) Pembelajaran situasi secara sosial. Ini dapat
dipahami dengan mengambil contoh dari tingkah laku seekor serigala yang belajar
berburu dengan cara melihat serigala lainnya yang melakukan perburuan. 3)
Pembelajaran kultural yaitu suatu kemampuan unik pada manusia dalam membangun kapasitasnya
untuk menggunakan simbol- simbol atau tanda- tanda yang tidak ada hubunganya
dengan asal- usul dimana mereka berada.
c.
Kultur adalah sebuah simbol
Dalam hal ini, simbol dapat berbentuk sesuatu yang verbal
dan non verbal, dapat juga berbentuk bahasa khusus yang hanya dapat diartikan secara
khusus pula atau bahkan tidak dapat diartikan ataupun dijelaskan.
d.
Kultur dapat membentuk dan melengkapi
sesuatu yang dialami
Secara alamiah, manusia harus makan dan mendapatkan
energi, kemudian kultur mengajarkan pada manusia untuk makan makanan jenis apa,
kapan waktu makan dan bagaimna cara makan. Kultur juga dapat menyesuaikan diri
kita dengan keadaan alam secara alamiah di mana kita hidup.
e.
Kultur adalah kebersamaan
Kultur adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-
sama yang menjadi atribut bagi individu bagi individu sebagai anggota dari
kelompok masyarakat. Kultur secara alamiah ditransformasikan melalui
masyarakat. Pernyataan ini dapat dilihat dari pengalaman kita ketika belajar
tentang kultur dengan cara observasi, mendengar, berbicara dan berinteraksi
dengan orang lain. Selanjutnya, secara bersama- sama, kita mempunyai
kepercayaan, kultur, nilai- nilai, ingatan- ingatan, harapan- harapan, berbagai
gaya berpikir dan tingkah laku yang mengesampingkan perbedaan- perbedaan yang
ada di antara individu- individu.
f.
Kultur adalah sebuah model
Kultur adalah sebuah model artinya, kultur bukan kumpulan adat- istiadat
dan kepercayaan yang tidak ada artinya sama sekali. Kultur adalah sesuatu yang
disatukan dan system- system yang tersusun dengan jelas.Adat istiadat,
institusi, kepercayaan dan nilai- nilai adalah sesuatu yang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya.Contohnya pada masa sebelum tahun 1970-an, wanita
Indonesia mayoritas memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Kemudian setelah itu hingga awal
tahun 1990- an sampai sekarang, mayoritas mereka sudah memilih untuk
melanjutkan sekolah dan berkerja secara professional.
g.
Kultur adalah sesuatu yang
bersifat adaptif
Kultur merupakan sebuah proses bagi sebuah populasi untuk
membangun hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya sehingga semua
anggotanya melakukan usaha maksimal untuk bertahan hidup dan melanjutkan
keturunan. Karakteristik- karakteristik biologis maupun kultural yang diapaki
dalam proses bertahan hidup dan melanggengkan keturunan ini kemudian disebut
sebagai sesuatu yang adaptif.
B. Keanekaragaman
Budaya
1.
Pengertian
Keaneakaragaman Budaya (Multikultural)
Secara etimologis, multikultural berasal dari kata multi, yang artinya
banyak/ beragam dan kultural, yang berarti budaya. Keragaman budaya, itulah
arti dari multikultural. Keragaman budaya mengindikasikan bahwa terdapat
berbagai macam budaya yang memiliki ciri khas tersendiri, yang saling berbeda
dan dapat dibedakan satu sama lain (Mahfud, 20010: 75-77). Paham atau ide
mengenai multikultural disebut dengan multikulturalisme. Multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham),
secara hakiki dalam kata multikulturalisme terkandung pengakuan akan martabat
manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan masing-masing kebudayaannya yang
unik (Rustanto, 2015:39).
Multikulturalisme menurut Naim dan
Syauqi (2010: 126) adalah perasaan nyaman yang dibentuk oleh pengetahuan.
Pengetahuan dibangun oleh keterampilan yang mendukung suatu proses komunikasi
yang efektif dengan setiap orang dari sikap kebudayaan yang ditemui dalam
setiap situasi yang melibatkan sekelompok orang yang berbeda latar belakang
kebudayaan. Rasa aman adalah suasana tanpa kecemasan, tanpa mekanisme pertahanan
diri dalam pengalaman dan perjumpaan antarbudaya, sedangkan menurut Abdullah
(dalam, Naim dan Sauqi, 2010:125-126) multikulturalisme adalah sebuah paham
yang menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan
tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata lain,
penekanan utama multikulturalisme adalah penekanan budaya.
Dari beberapa pendapat
ahli diatas dapat disimpulkan pengertian dari multikulturalisme adalah konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks
kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik
ras, suku, etnis dan agama. Multikultural merupakan sebuah konsep yang
memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah bangsa
yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam (multikultur). Bangsa yang
multikultur adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik atau budaya (etnic
and cultur groups) yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam
prinsip co-existence yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya
lain.
2.
Sejarah
Keanekaragaman Budaya (Multikultural)
Beberapa
hal yang menyebabkan adanya keanekaragaman budaya di Indonesia adalalah sebagai
berikut.
a.
Adanya
perbedaan jalur masuknya nenek moyang ke Indonesia
Nenek
moyang Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Cina bagian selatan
yang pindah ke pulau-pulau di Nusantara. Perpindahan ini terjadi secara
bertahap dalam waktu dan jalur yang berbeda. Ada kelompok mengambil jalur barat
melalui selat Malaka menuju pulau Sumatera dan Jawa, sedangkan kelompok lainnya
mengambil jalan ke arah timur, yaitu melalui kepulauan Formosa atau Taiwan, di
sebelah selatan Jepang, menuju Filipina dan kemudian meneruskan perjalanan ke
Kalimantan. Dari Kalimantan ada yang pindah ke Jawa dan sebagian lagi ke pulau
Sulawesi.Adanya perbedaan jalur
perjalanan, proses adaptasi dibeberapa tempat persinggahan yang berbeda dan
perbedaan pengalaman serta pengetahuan itulah yang menyebabkan timbulnya
perbedaan suku bangsa dengan budaya yang beraneka ragam di Indonesia (Rustanto,
2015:45).
b.
Adanya perbedaan kondisi geografis
Indonesia
adalah negara yang terdiri atas pulau-pulau yang satu sama lain dihubungkan
oleh laut dangkal yang sangat potensial. Selain itu, bentuk pulau-pulau itu
memperlihatkan relief yang beraneka ragam. Perbedaan- perbedaan lainnya
menyangkut curah hujan, suhu dan kelembapan udara, jenis tanah, flora dan fauna
yang berkembang di atasnya. Perbedaan-perbedaan kondisi geografis ini telah
melahirkan berbagai suku bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan
ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung
kegiatan ekonomi tersebut, misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagangan,
dan lain-lain (Rustanto, 2015:47).
c.
Banyaknya pengaruh asing yang beranekaragam
Bangsa
Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari
besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di seluruh
wilayah Indonesia. Pengaruh asing pertama yang mewarnai sejarah kebudayaan
Indonesia adalah ketika orang-orang India, Cina, dan Arab mendatangi wilayah
Indonesia, disusul kedatangan bangsa Eropa. Bangsa-bangsa tersebut datang
membawa kebudayaan yang beragam.
Daerah-daerah
yang relatif terbuka, khususnya daerah pesisir, paling cepat mengalami
perubahan. Dengan semakin baiknya sarana dan prasarana transportasi, hubungan
antarkelompok masyarakat semakin intensif dan semakin sering pula mereka
melakukan pembauran. Sedangkan daerah yang terletak jauh dari pantai umumnya
hanya terpengaruh sedikit, sehingga berkembang corak budaya yang khas pula
(Rustanto, 2015: 48).
d.
Adanya riwayat historis yang miris
Jika
dilihat secara historis menurut Mahfud (2010: 81) historis sejak jatuhnya
Presiden Soeharto dari kekuasaannya yang kemudian diikuti dengan masa yang
disebut sebagai era reformasi, kebudayaan Indonesia mengalami disintegrasi.
Dalam pandangan Azyumardi Azra bahwa krisis moneter, ekonomi dan politik yang
bermula sejak akhir 1997, pada akhirnya juga mangakibatkan terjadinya krisis
sosio-budaya di dalam kehidupan bangsa dan negara. Jalinan tenun masyarakat (fabric
of society) berantakan akibat berbagai krisis yang melanda masyarakat
(Mahfud, 2010:83).
Krisis
sosial budaya yang meluas menurut Mahfud (2010:85) dapat disaksikan dalam
berbagai bentuk disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat, misalnya
disintregrasi sosial-politik yang bersumber dari euforia kebebasan yang nyaris
kebablasan, lenyapnya kesabaran sosial (social temper) dalam menghadapi
realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah mengamuk dan melakukan
berbagai tindakan kekerasan dan anarki, merosotnya penghargaan dan kepatuhan
terhadap hukum, etika, moral dan kesantunan sosial, semakin meluasnya
penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya, berlanjutnya konflik
dan kekerasan yang bersumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis dan agama
seperti terjadi di Aceh, Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku, Sulawesi Tengah,
dan lain-lain.
Disorientasi,
dislokasi atau krisis sosial-budaya di kalangan masyarakat semakin merebak
seiring dengan meningkatnya penetrasi dan ekspansi budaya Barat (khususnya
Amerika) sebagai akibat proses globalisasi yang terus tidak terbendung (Mahfud,
2010:87). Berbagai ekspresi sosial budaya yang sebenarnya asing, yang tidak
memiliki basis dan preseden kulturalnya dalam masyarakat, semakin menyebar
dalam masyarakat sehingga memunculkan kecenderungan-kecenderungan gaya hidup
baru yang tidak selalu sesuai dan kondusif bagi kehidupan sosial budaya
masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilihat misalnya, semakin
merebaknya budaya McDonald, juga makanan instan lainnya, meluasnya budaya
telenovela yang menyebabkan kekerasan dan hedonisme, mewabahnya valentine’s
day dan kini juga ada pub night di kalangan remaja.
3.
Macam-macam Multikulturalisme
Keanekaragaman budaya dapat dilihat dari berbagai
segi dan juga sudut pandang, Parekh (dalam Mahfud, 2010: 93) membedakan
multikulturalisme dalam lima macam. Pembagian kelima bentuk multikulturalisme
itu tidak kedap air (watertinght), sebaliknya bisa tumpang tindih dalam
segi-segi tertentu. Kelima macam multikulturalisme tersebut adalah sebagai
berikut.
a.
Multikulturalisme Isolasionis
Mengacu pada
masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom
dan terlibat dalam interaksi yang minimal hanya satu sama lain.
b.
Multikulturalisme Akomodatif
Yaitu masyarakat
plural yang memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian dan akomodasi
bagi kebutuhan kultural kaum minoritas.
c.
Multikulturalisme Otonomis
Yaitu masyarakat
plural dimana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality)
dengan budaya dominan dan mengangankan kehidupan otonom dalam kerangka
politik yang secara kolektif dapat diterima. Kepedulian pokok kelompok-kelompok
kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak
sama dengan kelompok yang dominan. Mereka menentang kelompok kultural dominan
dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok dapat eksis
sebagai mitra sejajar.
d.
Multikulturalisme Kritikal atau Interaktif
Yaitu masyarakat
plural dimana kelompok-kelompok tidak terlalu peduli dengan kehidupan kultural
otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan
menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
e.
Multikulturalisme Kosmopolitan
Yaitu paham yang
berusaha menghapuskan batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah
masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu.
Sebaliknya mereka secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen
interkultural sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing. Para
pendukung multikulturalisme jenis ini, sebagian besar adalah intelektual
diasporik dan kelompok liberal yang memiliki kecenderungan postmodernis
memandang seluruh budaya sebagai sumber yang dapat mereka pilih dan ambil
secara bebas.
Dari beberapa macam multikulturalisme tersebut, ada benang merah yang dapat
dijadikan pijakan, yaitu hal yang paling utama dari makna dan pemahaman
multikulturalisme adalah kesejajaran budaya. Masing-masing budaya manusia atau
kelompok etnis harus diposisikan sejajar dan setara. Tidak ada yang lebih
tinggi dan tidak ada yang lebih dominan. Semua kebudayaan pada dasarnya
mempunyai kearifan-kearifan tradisional yang berbeda-beda.Kearifan-kearifan
tersebut tidak dapat dinilai sebagi positif-negatif dan tidak dapat dijelaskan
melalui kacamata kebudayaan yang lain. Hal ini disebabkan oleh sudut pandnag
dan akar baik-buruk dari setiap kebudayaan mempunyai volume yang berbeda pula.
4.
Perkembangan
Multikultural
Tentunya multikultural juga sama seperti aspek-aspek lainnya, seiring
berjalannya waktu juga mengalami perkembangan. Menurut Rustanto (2015: 44) perkembangan
multikultural terdiri dari empat kelompok sosial, yaitu (a) kelompok sosial
berdasarkan ras, (b) kelompok sosial berdasarkan bahasa, (c) kelompok sosial
berdasarkan suku bangsa, dan (d) kelompok sosial berdasarkan perbedaan agama. Adapun
penjabarannya adalah sebagai berikut.
a.
Kelompok Sosial berdasarkan Ras
Pola pergaulan di
Indonesia tidak mengenal adanya rasialisme atau superioritas satu ras di atas
ras lainnya, walaupun terdapat beberapa kelompok ras yang jumlahnya lebih
banyak daripada kelompok ras lainnya. Namun, hal ini tidak berarti ras tersebut
ditempatkan secara istimewa atau dianggap lebih unggul yang akhirnya mengarah
pada sikap rasialis yang bertentangan dengan konsepsi masyarakat majemuk.
b.
Kelompok Sosial berdasarkan Bahasa
Setelah melalui
proses panjang, akhirnya individu maupun kelompok yang memiliki perbedaan-perbedaan
tadi ternyata mampu menghasilkan suatu persamaan yang merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang tidak ternilai, yaitu bahasa Indonesia. Hal ini dapat terjadi
karena bahasa-bahasa suku yang mereka miliki berasal dari satu rumpun, yaitu keluarga
bahasa Austronesia. Jadi, mereka dapat cukup mudah saling menerima dan
mempelajari bahasa suku bangsa lainnya dan menerima serta mempelajari bahasa
baru seperti bahasa Indonesia.
c.
Kelompok Sosial berdasarkan Suku Bangsa
Di Indonesia terdapat
sekitar 300 suku bangsa dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah.
Masing-masing suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, yang tercermin
pada pola dan gaya hidup mereka masing-masing. M.A Jaspan (dalam Rustanto,
2015:44) menyatakan bahwa masyarakat Indonesia terdiri atas 366 suku bangsa.
Pernyataan ini menggunakan patokan atau kriteria yang didasarkan pada bahasa,
daerah, kebudayaan dan susunan masyarakatnya.
d.
Kelompok Sosial berdasarkan Perbedaan Agama
Masyarakat Indonesia
terbagi menjadi beberapa kelompok sosial yang diikat oleh unsur-unsur religi.
Sedikitnya terdapat 5 kelompok religi yang jumlah anggotanya cukup besar, yaitu
Islam, Katolik, Protestan, Buddha dan Hindu. Yang paling besar adalah kelompok
Muslim, mencapai 90% dari jumlah penduduk di Indonesia. Selain itu, masih
terdapat kelompok masyarakat yang menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, kebebasan beragama
sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing dijamin oleh negara.
C. Menyikapi
Keanekaragaman Budaya di Indonesia
Keanekaragaman
budaya tentunya merupakan suatu hal yang harus disambut positif oleh bangsa
Indonesia. Keanekaragaman budaya juga tentunya harus menjadi suatu kebanggaan
bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia tidak perlu takut dengan adanya perbedaan
nantinya akan menyebabkan pertikaian, terpecah belah bahkan terpisah, karena
perbedaan itu sebenarnya merupakan hal yang indah apabila telah disatukan. Cara
menyikapi keanekaragaman budaya salah satunya adalah dengan menjadi masyarakat
multikultural.
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai
elemen, baik itu suku, ras, agama, pendidikan, ekonomi, politik, bahasa dan
lain-lain yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang memiliki satu
pemerintahan tetapi dalam masyarakat itu masing-masing terdapat segmen-segmen
yang tidak bisa disatukan (dalam Rustanto,
2015:40), sedangkan menurut Naim dan Syauqi, 2010: 127 masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang mampu menekankan dirinya sebagai arbitrer,
yaitu sebagai penengah bagi proses rekonsiliasi ketika proses dialektika
tersebut menemui titik jenuh, karena seiring perjalanan waktu tidak mungkin
sebuah masyarakat selamanya berada dalam keadaan damai tanpa persoalan, sebab
dengan persoalan inilah dinamika hidup bergerak.
Sebagai
masyarakat multikultur, tindakan-tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk
menyikapi adanya keanekaragaman budaya adalah sebagai berikut.
1.
Menghargai kebudayaan sendiri, kebudayaan orang lain dan tidak mencelanya
Sebagai
masyarakat yang multikultural yang pertama tentunya kita harus bangga dengan
budaya yang dimiliki oleh daerah kita. Kita harus selalu menghormati dan juga
menghargai budaya daerah kita, harus mengikutinya dan juga menjaganya serta
merasa bangga memiliki budaya tersebut.
Selain
menghargai budaya sendiri, tentunya kita juga harus menghargai kebudayaan lain,
kita harus menghormati keunikan potensial yang ditonjolkan dari suatu daerah,
tanpa melihat kekurangan keadaan daerah tersebut.
Terkadang
memang arti kata bagus dan indah sifatnya sangat relatif, belum tentu di suatu
daerah A menganggap potensinya sudah sangat bagus dan luar biasa, akan tetapi
menurut daerah C hal itu sudah sangat biasa. Bila menghadapi hal demikian kita
tidak boleh mencela apabila yang kita lihat kurang sesuai dengan ekpetasi kita.
2.
Mempelajari budaya sendiri dan juga orang lain
Tentunya tidak
harus menunggu tua untuk mempelajari budaya, sedari dini kita harus terbiasa
mempelajari budaya, utamanya budaya yang ada di daerah kita, kita harus
senantiasa paham betul dengan kebudayaan yang daerah kita meliki, hal ini
bertujuan agar budaya tersebut dapat tetap lestari sampai kapanpun. Jika sudah
menguasai budaya yang dimiliki daerah kita tentunya tidak menutup kemungkinan
sebagai masyarakat multikulturak kita mempelajari budaya lain, diharapkan
dengan mempelajari budaya lain nantinya dapat menggabungkan beberapa kebudayaan
dan menciptakan budaya yang baru.
3.
Tidak menomorsatukan budaya sendiri
Tentunya kita
pasti sangat mencintai daerah kita, termasuk budaya yang dimiliki oleh daerah
kita, rasa cinta itu boleh saja akan tetapi tidak boleh berlebihan, karena rasa
cinta yang berlebih ini ditakutkan nantinya akan memandang remeh kebudayaan
daerah lain.
4.
Mempromosikan kebudayaan didunia internasional
Mengenalkan dan
mempromosikan kebudayaan didunia internasional ini sungguh penting, apalagi
membuat hak PATEN akan budaya daerah kita, hal ini dengan harapan agar
masyarakat internasional tahu bagaimana budaya Indonesia itu dan agar budaya
daerah kita tidak di klaim oleh negara lain.
5.
Tidak meninggalkan kebudayaan di era globalisasi
Seiring
perkembangan zaman, tentunya semua hal juga berkembang, budaya juga harus
berkembang tidak boleh ditinggalkan. Adanya kemajuan di bidang teknologi
tentunya harus dimanfaatkan juga didalam pengembangan dan pelestarian budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar